Shapash 1.3.2 pour une IA plus Auditable !

Shapash est une librairie Python libérée par les équipes data MAIF en Janvier 2021 pour rendre les modèles de Machine Learning compréhensibles par le plus grand nombre. Concrètement, Shapash propose…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Malam Terakhir Mark

Pict by: Patrick Chapatte

When we all get to heaven….

What a day of rejoicing that will be…

Ia melagu. Terus melagu. Menghabiskan sisa waktu berada di tempat yang fana sambil memandangi lorong didepannya yang kian gelap dan sunyi mengikuti larutnya malam.

“Diam kau! Berisik!” Kata seseorang dibalik tembok.

We’ll sing and shout the victory….

Ia memperkecil suaranya. Kini ia bersenandung. Bersandar di tembok tua berlumuran lumut hijau yang sedikit basah dan lembab. Suram.

What a day of rejoicing that will be

We’ll sing and shout the victory

Seolah tak ingin berhenti. Bibir dan lidah seakan tak ingin selesai melafal. Ia butuh bersuara! Suaranya selama ini terhenti hingga depan meja hakim panitera. Selepas itu? Melayang pergi tergerus kepongahan dan kenaifan meja hijau. Malam ini ia ingin bersuara. Biarpun hanya sesaat dan terakhir kalinya.

“Hei, Bung!”

Bisik seseorang dari balik tembok lembab. Mark mendekat ke arah tembok. Telinganya ia usahakan menempel diantara lubang kecil ditengah kerak lumut di satu sisi tembok. Menjijikkan!

“Ewh..”

Mark memegang daun telinganya yang dilumuri lumut.

“Kenapa kau?” Tanya orang dibalik tembok.

“Telingaku. Diselimuti lumut.” Jawab Mark.

“Tolol! Menyingkirlah! Kau salah lubang!” Kata orang itu.

BRSSSTT…. BRRSST….

Gumpahan batu di dinding sel yang terbuat dari bata jerami mulai bertaburan jatuh ke lantai. Sekotak lubang terbuka. Tepat di samping kumpulan kerak lumut tadi.

“Hei, sini kau.” Orang itu memanggil Mark untuk bertatap wajah di sekotak lubang yang membuka batas tembok dinding sel.

Mark mendekat. Menoleh ke arah lubang kecil yang baru saja tercipta. Dialah pria yang tadi berbisik kepadanya. Rambutnya acak-acakan. Terlihat tidak pernah mandi. Kantung matanya tebal, pakaiannya sangat lusuh. Penuh robekan di sekujur pakaiannya. Agaknya pakaian itu pun sudah tak sanggup lagi memuat perut yang makin melebar.

“Siapa namamu, pria tolol?” Tanya pria itu. Nafas mulutnya bau sekali!

“Mark. Dan aku tidak tolol.” Jawab Mark sambil menutup hidungnya.

“Kenapa kau tutup hidung itu?” Tanya si pria.

“Mulutmu bau!”

“Setidaknya tidak sebusuk bau mulut para pemilik buku undang-undang.” Kata pria itu.

Mereka mengobrol. Bersalaman. Jelas sekali pria ini telah lama menghuni sel sebelah Mark.

“Aku Friedrich.” Pria itu tersenyum.

“Kudengar kau akan mati esok hari?” Tanya Friedrich.

“Bagaimana kau bisa tau?” Mark bertanya-tanya/

Friedrich mengambil sesuatu di lantai selnya.

“Kau lihat ini?” Ia menunjukkan koran pagi hari tadi yang bertajuk

PEMBUNUH TELAH TERTANGKAP

“Seluruh warga kota bahkan negeri ini sudah mengetahuinya! Sayangnya kau tetap melanjutkan ketololanmu.” Kata Friedrich.

“Aku tidak tolol!” Mark menaikkan volume suaranya.

“Kau mau dibodohi penghuni meja hijau! Kau terperangkap disini dan akan mati esok hari karena kau terlalu tolol!”. Lanjut Friedrich.

“Kalau begitu, kau juga tolol! Kau pun terperangkap dalam sel ini.” Jawab Mark.

“Maaf, bung. Aku berbeda denganmu.” Friedrich mengedipkan mata kirinya.

Friedrich mulai menceritakan awal mula keberadaan dirinya dalam sel lembab nan kumuh itu. Ia tertangkap tangan penjaga bank saat tengah bersiap membobol brankas penyimpanan bank tersebut.

“Kau tau perbedaanku denganmu?” Tanya Friedrich.

“Aku mengejar keadilan. Aku berani terpenjara dalam sel kumuh ini sebagai ganti tindakanku. Sedangkan dirimu? Kau dibodohi keadilan! Dan tololnya, kau tak mampu menyingkir!” Ia tertawa.

“Bagaimana kau bisa mengatakan keadilan membodohiku? Aku bahkan belum mengatakan apapun kepadamu.” Mark bingung.

“Hei, bung. Aku bukanlah pria bodoh. Aku mengikuti rangkaian sidangmu.”

Friedrich makin cerewet, mempertunjukkan keahliannya dalam bidang hukum. Memang, dahulu ia sempat mengenyam pendidikan hukum, walaupun tidak selesai.

“Kau hanyalah kambing hitam. Korban yang dilayakkan khalayak untuk kebahagiaan mereka dengan mengatasnamakan keamanan bersama.” Kata Friedrich.

“Maksudmu?” Tanya Mark.

“Kau dikorbankan untuk kepentingan banyak orang. Hakim yang menjatuhkan hukuman kepadamu sebenarnya tau bahwa kau tak bersalah, ia hanya terperangkap tuntutan khalayak. Satu-satunya jalan keluar adalah mengorbankanmu.” Jelas Friedrich.

“Sudahlah, malam makin berjalan dalam diam. Tidurlah. Manfaatkan saat-saat terakhir tidurmu sebelum kau tidur untuk selamanya. Sampai bertemu di surga, jika kau berhasil masuk kedalamnya!” Friedrich meninggalkan lubang ditengah kerak lumut itu sambil tertawa dan berbaring di lantai sel miliknya.

Mark terdiam. Wajahnya berangsur muram. Situasi pun ikut suram. Kata-kata Friedrich menghantui pikirannya. Kambing hitam? Korban untuk kebahagiaan khalayak? Apakah ia benar-benar dikorbankan demi kepentingan dan keamanan negara beserta masyarakat di dalamnya? Ia hanya mampu menyandarkan kepalanya di tembok yang penuh dengan kerak lumut. Tak peduli lagi apakah rambut hitamnya akan ternodai hijaunya lumut. Ia meratapi jam-jam terakhir hidupnya.

Dihukum mati atas tuduhan membunuh. Lex tallionis! Adil bukan? Sama-sama mati? Benar, ini adil! Karena hukum mengatakan deikian. Quod scripsi, scripsi. Makin tampak positivistik.

“Ini bentuk pengayoman terhadap warga negara, dan pelindungan hak-hak korban.”

Kata salah satu hakim di tajuk koran pagi ini.

Apakah legalitas hukum disini memenuhi prinsip proporsionalitas atau rasionalitas? Jika proporsional, ia akan melalui pertimbangan seimbang atau tidaknya antara saksi dan tindak kejahatan. Sebaliknya, jika ia rasional, maka keputusan yang dihasilkan akan ditinjau berdasarkan kesesuaian dengan kodrat manusia.

Naas, yang banyak terjadi putusan hukum seringkali melupakan rasionalitas. Mereka anggap hukuman ini mampu mereduksi angka kejahatan. Agaknya mereka lupa, angka kejahatan akan turun seiring meningkatnya perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Lagipula, jika kita berbicara dalam terminus “in strictu sensu” atas sebuah sanksi legal adil, hukuman mati tak dapat masuk ke dalam kategori ini, karena hukum adil pun pada dasarnya memuja keluhuran nilai hidup manusia.

Keesokan harinya, tajuk berita di seluruh penjuru negeri menampilkan ungkapan syukur para warga akan tindakan adil dari negara terhadap kelakuan Mark. Selamat jalan, Mark! Mereka yang bertindak adil terhadapmu juga akan diberikan keadilan setimpal kelak.

#ExecuteJusticeNotPeople

Add a comment

Related posts:

BEST Music Of 2020

If you would have tried to predict the ways of 2020 you could have never in a million years guessed the way that it actually turned out. The sudden attack of Covid threw everything overboard changing…

Dealing with Bitcoin script. Spend bitcoin transaction P2SH output.

This article describes how to spend bitcoins from P2SH address using correct scriptSig value. P2SH address was created in previous article. So now is time to send some coins to our custom script and…

Test post on Medium

What do you think about the day after Christmas? Is it a resting day, a Christmas extension, a day created to actually “box” people or just another day coined by some lazy individuals who don’t think…